Jakarta – Di penghujung bulan Ramadhan 1444 H, umat Islam di Indonesia dihadapkan perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri. Dalam perhitungan hisab hari raya jatuh pada hari Jumat, 21 April 2023. Sementara menurut metode rukyah lebaran jatuh pada hari Sabtu, 22 April 2023.
Mudir Ám Pesantren Islam Internasional Al-Andalus, Ustaz Nurdin Apud Sarbini, Lc., M.Pd meminta kondisi ini harus disikapi secara ilmiah dan bijak.
“Keduanya merupakan perbedaan yang mu’tabar (diakui) dan masuk ke ranah ijtihad sehingga kedua pihak insyaAllah tetap mendapatkan ganjaran dari Allah ta’ála,” tutur beliau saat dihubungi, Kamis (20/4/2023)
Menurutnya, permasalahan ijtihadiyah pada fiqih tentu saja akan menimbulkan dua pandangan yang tampak bertentangan, padahal sesungguhnya tidak harus selalu dipahami seperti itu.
“Masing-masing memiliki dalil yang kuat, dan tidak bergeser dari prinsip umum bahwa semua pasti ingin menyelesaikan Ramadhan secara penuh dan berhari raya di tanggal 1 syawal serta sepakat bahwa menentukannya dengan munculnya hilal,” jelasnya.
Perbedaan itu muncul ketika penentuan hilal, apakah cukup dengan rukyah bil áini (melihat secara langsung) saja atau bisa dengan menggunakan rukyah bil basyirah (metode hisab) sebagai ganti dari cara sebelumnya.
“Tidak boleh saling berseteru karena masalah ijtihadiyah, karena dahulu perbedaan pendapat pernah terjadi di zaman sahabat. Dimana Rasulullah sholallahu álaihi wa salam pernah memerintahkan para sahabat untuk tidak sholat shalat kecuali di Bani Quraidzah. Ketika itu ada dua pemahaman, pertama mereka yang memahaminya bahwa sama sekali tidak boleh sholat Ashar kecuali telah tiba di tujuan apapun yang terjadi. Dan kedua, kelompok yang akhirnya tetap sholat di perjalanan karena khawatir habisnya waktu sholat Ashar sebelum sampai di Bani Quraidzah. Perkara ini dilaporkan oleh Rasulullah sholallahu álaihi wa salam tidak menyalahkan dua pandangan ini.” beber Ustaz Nurdin.
Ustaz Nurdin mengimbau kepada keluarga besar Al-Andalus dan juga umat Islam untuk memperhatikan pesan yang telah disampaikan para ulama dan asatiz kibar untuk tidak memperlebar perbedaan yang ada menjadi sebuah konflik, padahal sesungguhnya itu semua adalah bagian dari khazanah keilmuan. “Ahlu sunnah wal jamaáh pastilah kelompok yang senantiasa mengedepankan persatuan,” tutupnya.
Senada, pembina Pesantren Al-Andalus, Ustaz Dr. Mohammad Arifin Badri, Lc., M.A., menegaskan bahwa apapun keputusan tentang perbedaan hari raya ini hendaknya tidak mengorbankan persatuan umat yang merupakan hal terpenting untuk selalu diingat.
“Perbedaan yang sudah ada tidak perlu diperluas, terlebih ada pihak pihak yang saat ini mengharapkan umat Islam semakin terbelah belah demi mancing di air keruh”, jelasnya.
Anggota Dewan Fatwa Al-Irsyad ini juga menambahkan bahwa permasalahan umat yang perlu dituntaskan masih banyak, dan butuh energi yang lebih.
“Umat Islam benar benar dalam kondisi kritis membutuhkan persatuan agar bisa bangkit di negri sendiri,” tegasnya. (URH)