Bogor – Sebagai pesantren yang berdiri di wilayah perbukitan, air sering kali menjadi pembahasan. Ketersediaan air memang menjadi hal vital dalam kehidupan pesantren. Untuk itu pesantren Al-Andalus sejak tahun 2018 diberikan tantangan pengadaan air secara mandiri oleh para pembina Yayasan Darul Iman wa Taqwa. Di tahun tersebut, laju pertumbuhan pesantren meningkat pesat dengan penerimaan santri yang melonjak dari sebelumnya. Kebutuhan air yang sebelumnya dirasa cukup sudah harus dicarikan solusi agar mampu menghadapi situasi kering pada musim kemarau panjang.
Dari sebuah tantangan yang diberikan menjadi program nyata di tahun itu juga. Ada banyak tahapan yang dilakukan pesantren untuk memenuhi kebutuhan air bagi seluruh keluarga pesantren. Keperluan air dibagi menjadi dua bagian, yaitu air untuk minum dan air untuk MCK (mandi, cuci, kakus). Pengelolaan melibatkan ahli air dari perusahaan ternama, akademisi dan pekerja profesional. Hasilnya yang diperoleh ketika itu peningkatan debit air di ground tank yang tersebar di beberapa tempat di wilayah pesantren. Air minum dikelola dengan sistem RO (reverse osmosis). Sementara air untuk MCK difilterisasi terlebih dahulu sebelum disalurkan ke toren-toren penampungan yang terhubung ke berbagai keran air.
Namun kemarau panjang tahun 2019 berlangsung lebih lama dari dugaan awal. Debit air di sejumlah sumur galian dan resapan menurun drastis, sementara hujan yang diharapkan belum kunjung tiba. Hal ini berlangsung tidak hanya di wilayah Jonggol – Sukamakmur, tapi juga seluruh Indonesia bahkan meluas ke penjuru dunia. Musim kemarau yang dimulai bulan April hingga Desember tersebut, memberikan banyak pelajaran bahwa program pengadaan air di pesantren harus ditingkatkan.
Baca juga : Fenomena Puncak 2
Selama musim kemarau di 2018 dan 2019, pesantren banyak mendatangkan air dari luar dengan beberapa truk tangki air. Pembiayaan yang dikeluarkan tidak sedikit. Itupun dengan risiko keterlambatan yang besar akibat antrian di pusat pengisian dan kerusakan armada karena medan berbelok-belok cukup berbahaya untuk sebuah truk tangki air. Kesabaran para penghuni pesantren diuji dan rasa penuh syukur semua itu telah dilewati ditandai dengan hujan lebat yang disambut dengan penuh tahmid, dan mandi hujan. Para santri begitu riang bermain di bawah derasnya air dari langit.
Setelah tertunda di 2020 akibat covid melanda, program penuntasan pengadaan air dilanjutkan kembali di tahun 2021 dengan sebuah target besar, yaitu swasembada air. Ini program serius dan prestise. Pesantren menyadari tingginya harapan akan melahirkan banyak pertanyaan dan sangsi. Maka pesantren memilih untuk tidak terlalu memberitakan ke publik. Bergerak secara senyap namun menghasilkan nyata.
Kepala Direktorat Rumah Tangga Pesantren Al-Andalus, Ustaz Adi Winarto menyebutkan, target realisasi swasembada air adalah dua tahun. Untuk menuju kesana dibutuhkan banyak pekerjaan dan proyek pembangunan, mulai dari hulu ke hilir lalu kemudian air diputar kembali untuk didaur ulang menjadi air bersih siap pakai kembali.
“Teknologi diadakan dengan harga mahal. Sumur-sumur baru harus ditemukan meski berjarak cukup jauh dari pesantren sehingga harus dilakukan pipanisasi. Pengadaan toren, ground tank, mesin filter dan lain sebagainya,” kata Ustaz Adi saat berbincang dengan tim media Al-Andalus di ruangannya, Kompleks Pesantren Al-Andalus Putra, Sukamakmur, Bogor, Senin (16/1/2023).
Baca juga : Al-Andalus dan Alam Hijau
Saat ini, ujar dia, penggalian sejumlah sumur baru telah selesai dan menurut ahli debit air diperkirakan sangat cukup untuk memenuhi semua kebutuhan pesantren meski kemarau panjang kembali datang.
“Namun pekerjaan belum selesai sampai situ. Masih ada 25 persen pekerjaan teknis dukungan agar program swasembada air menjadi benar-benar paripurna. Saat ini kita (direktorat rumah tangga) terus bekerja agar seluruh pekerjaan selesai sesuai target,” terangnya.
Ustaz Adi mengungkapkan, salah satu yang penting untuk dilengkapi adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang mengelola air. Menurutnya, ada banyak perlengkapan yang digunakan untuk menyalurkan air ke semua keran di pesantren, baik putra dan putri. Dengan perkiraan tumbuhnya jumlah penghuni akan semakin sering mesin hidup untuk mengangkat air dari dasar hingga toren. Ini butuh tenaga yang cakap bekerja, loyal dan berdedikasi.
“Kami bersyukur dengan hasil yang ada namun kerja belum usai, harus lebih keras, lebih cerdas dan matang dalam perhitungan, semoga Allah ázza wa jalla meridhoi amaliyah ini”, tutupnya. (*)